Dalam pasal 33 UUD 1945 disebutkan amanat perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Dengan demikian produksi, distribusi, dan konsumsi harus mengacu kepada ekonomi berbasis kerakyatan yaitu ekonomi kekeluargaan. Akan tetapi di tengah perjalanan waktu dengan adanya globalisasi dan liberalisasi menjadikan koperasi saat ini mengalami kegamangan. Bagaimana koperasi tetap eksis dan menjadi jati diri bangsa?
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram memaparkan, reformasi di bidang koperasi mencakup tiga aspek yakni, rehabilitasi, reorientasi, dan pengembangan. Semua aspek tersebut untuk menghadapi perubahan baik di tingkat regional maupun internasional. Perubahan yang sangat signifikan di tingkat nasional adalah kecenderungan bunga kredit single digit, ditandai dengan suku bunga KUR yang ke depan turun menjadi 7%. Tentunya koperasi yang mengandalkan bunga tinggi harus bisa mengantisipasi. “Koperasi harus qualified baik dalam segi modal maupun pelayanan,” kata Agus.
Rehabilitasi dilakukan dengan mendata anggota koperasi dan menata kembali kelembagaan. Reorientasi dengan melakukan input teknologi informasi yang semula koperasi tradisional menjadi koperasi modern. Sementara pengembangan dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga asing untuk memperoleh bunga yang rendah serta melakukan investasi dan modal penyertaan. Koperasi jangan terlena oleh situasi di zona nyaman, harus melakukan perubahan. Koperasi yang tidak melakukan pengembangan perlahan akan tergerus dan terhempas. Terlebih tantangan ke depan semakin besar. Hal ini perlu menjadi introspeksi bersama.
Anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso menjelaskan, koperasi belum berjalan sesuai dengan harapan padahal koperasi adalah soko guru bangsa. Koperasi adalah lembaga ekonomi yang sangat cocok di Indonesia. Jika koperasi yang memiliki watak kemasyarakatan dikembangkan, perekonomian kita akan tercapai. Pada 2016 anggaran koperasi hanya Rp 1,2 triliun, tidak mencapai 1% dari total APBN. Untuk itu keberpihakan negara diperlukan. Kita harus berani mengubah UU No. 39 Tahun 2008. Pemerintah menempatkan Kementerian Koperasi dan UKM pada level 3, bukan level 1. Artinya belum menjadi skala prioritas. “Bagaimana koperasi kita akan besar, makmur kalau kita tahu kekuatan ekonomi kita ada di koperasi. Bandingkan dengan Malaysia dan Singapura,” kata Bowo.
Seharusnya pemerintah melakukan pembinaan dan pendampingan, selain mengucurkan dana. Diharapkan pemerintah memberikan anggaran Rp 3-5 triliun untuk koperasi. Kalau pemerintah ingin koperasi bisa bersaing dengan MEA, pemerintah harus berpihak dengan anggaran. Di sisi lain Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Choirul Djamhari menyampaikan, untuk mencapai hal tersebut tidak ada magic formula. Karena itu kita harus berproses mencari keseimbangan. Kita harus waspada, perjuangan ke depan berat dan kita harus menanggulangi keadaan. “Menurut saya yang harus kita lakukan adalah menyerang, maju, menyerbu,” tutur Choirul.
Kondisi yang kita hadapi sekarang adalah pelemahan ekonomi global. Di lain sisi, ada hal baru yang bisa direngkuh, yakni memperkuat pasar domestik. Indonesia membutuhkan upaya serius untuk berbenah diri, dalam segi korupsi, efisiensi birokrasi pemerintahan, pajak, sampai dengan public utility. Bagaimana caranya koperasi mampu menghadapi kompetisi di ASEAN? Mari kita mengkoperasikan koperasi. Apa artinya? Choirul yang berpuluh tahun menangani koperasi mengungkapkan, semakin banyak koperasi yang mengabaikan identitasnya sebagai koperasi, sebagai organisasi yang menekankan aspek pendidikan, sebagai lembaga yang menjunjung tinggi rapat anggota tahunan. Lebih serius adalah sebagai usaha yang bersedia melakukan kerja sama antarkoperasi. Padahal kerja sama itu dibentuk untuk memperbesar skala usaha dan mengurangi risiko. “Ini yang jarang dilakukan. Koperasi lebih senang bekerja sendiri,” kata Choirul.
Perubahan
Dalam pandangan Choirul, koperasi memiliki ciri kelembagaan yang berbeda dengan lembaga usaha lainnya. Pertama, koperasi harus memiliki legalitas yang memadai untuk bisa melakukan kebijakan hukum maupun kerja sama usaha. Kedua, koperasi harus memiliki kompetensi. Terlalu banyak koperasi yang serba usaha. Ketiga, koperasi harus member based organization, benar-benar menjadikan anggota sebagai pemilik sekaligus pelanggan. Di sisi lain Agung mengemukakan, ketika bicara MEA kita harus bicara kemampuan koperasi itu sendiri. Terlebih kita memasuki era perubahan. Kalau koperasi tidak mau berubah, tidak mungkin mengikuti dinamisasi persaingan yang akan terjadi.
Mengapa harus berubah? Sekarang eranya sudah mengalami pergeseran yang luar biasa. Dulu ketika mau berbisnis, harus ada financial capital. Sekarang yang diandalkan adalah intelectual capital. Mengapa koperasi harus melakukan perubahan? Karena jamannya sudah berbeda, tantangannya sudah berbeda. Dulu hanya menggunakan monostrategic, sekarang harus multistrategic. Mengapa koperasi harus menangkap semua peluang itu? Pertama, koperasi sebagai gerakan ekonomi, indikator menghimpun kekuatan, kemampuan sosial, ekonomi, dan budaya komunitas. Kedua, koperasi harus melakukan konsolidasi sosial dan ekonomi. Sebab koperasi adalah kumpulan orang. “Persoalan yang kita hadapi bersama adalah intrik internal. Harus dilakukan konsolidasi sosial sehingga nyawa untuk bersatu itu diilhami oleh nilai-nilai dan jati diri koperasi,” ujar Agung.
Membangun revitalisasi bisnis koperasi membutuhkan hal-hal seperti, koperasi harus berbisnis, konsolidasi bisnis baik internal maupun antarkoperasi, dan modelisasi bisnis. Revitalisasi membutuhkan semangat perubahan di koperasinya, bukan di pemerintah atau legalitas. Kalau tidak mau berubah koperasi akan tertinggal di landasan dan mati. Kalau mau berubah, koperasi harus berupaya secara optimal dalam penerapan manajemen profesional. Ketua Harian Dewan Koperasi Indonesia Agung Sudjatmiko, dan Executive Director&CEO IPMI International Business School Jimmy Gani menjelaskan, koperasi adalah organisasi bisnis sehingga tidak terlepas dari hal-hal yang sifatnya profitability, human resource, marketing, dan operation excellence. Jimmy mencontohkan Aalsmeer Flower Auction, koperasi bunga terbesar di dunia. Dalam sehari jutaan bunga dikirim dari seluruh dunia. Operasionalnya menggunakan teknologi informasi dan bunga itu dijual ke penjuru dunia.
Ada tiga hal yang mendasari kompetisi ke depan, globalisasi, urbanisasi, dan digitalisasi. Bagaimana kita bersikap untuk koperasi? Keberlanjutan atau kesinambungan dari usaha termasuk koperasi ini sangat penting. Perlu model bisnis yang kuat di dalamya. Kalau kita sudah punya model bisnis yang kuat dan tim profesional yang baik, sebetulnya masalah pendanaan sangat memungkinkan. Kini ada angel investor, private equity, hingga venture capitalist. Jika koperasi punya modal bisnis yang kuat, tim yang nanti dikembangkan, pembeli yang banyak, dan bisnis yang memadai tak ada masalah. “Ada perubahan dalam bisnis, yang dilihat adalah networknya. Seberapa besar potensinya,” kata Jimmy.