UKM Naik Kelas bersama Lamikro

Lamikro
(kiri ke kanan) Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Tia Adityasih, Kepala Bidang Lembaga Kewirausahaan Deputi SDM Kementerian Koperasi dan UKM Anang Rachman, dan pelaku usaha Nala.

Tipikal UKM Indonesia yang berjuang tanpa mengenal lelah patut diacungi jempol. Namun satu hal yang terkadang dilupakan adalah pencatatan keuangan yang baik. Laporan keuangan adalah jantung dan cermin dari usaha itu sendiri sehingga UKM mampu naik kelas. Untuk itu pembukuan sangat dibutuhkan.

Demikian informasi yang disampaikan Kepala Bidang Lembaga Kewirausahaan Deputi SDM Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM Anang Rachman pada Forum Diskusi Aplikasi Laporan Keuangan Sederhana bagi Usaha Mikro. Acara yang juga menghadirkan Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Tia Adityasih, dan pelaku usaha Nala tersebut diselenggarakan pada 9 Mei 2018 lalu. Anang menjelaskan, Kemenkop UKM tengah merumuskan RUU Kewirausahaan Nasional yang tidak lama lagi akan ditetapkan sebagai UU Kewirausahaan Nasional.

Di dalam RUU tersebut termuat  fasilitasi pemerintah terhadap sebuah usaha. Deputi SDM menyelenggarakan beberapa kegiatan pemberdayaan, pengembangan dan pelatihan yang salah satu materinya adalah pembukuan sederhana UKM. Hal tersebut mengacu pada fakta latar belakang pendidikan pelaku usaha bukan di bidang akuntansi dan tingginya kebutuhan  peserta pelatihan terhadap praktik pembukuan.

Per 1 Januari 2018 ditetapkan standar akuntansi baru khusus entitas mikro, kecil dan menengah. Deputi SDM memandang saatnya UKM Indonesia naik kelas. Untuk itu dihadirkan aplikasi Lamikro atau laporan akuntansi usaha mikro. Kemenkop UKM sebagai regulator atau pembina sehingga Lamikro mudah digunakan oleh pelaku usaha. Lamikro menjadi bukti komitmen Kemenkop UKM memajukan UKM di Indonesia. Aplikasi Lamikro telah diujicobakan pada Oktober tahun lalu di Desa Suluk Bali saat Menkop UKM Puspayoga melakukan kunjungan kerja.

Aplikasi Lamikro kini memiliki 3.150 user. Dari jumlah tersebut sebagian besar user berlatar belakang SMA dengan jasa sebagai usaha terbesarnya. Tujuan Deputi SDM meluncurkan aplikasi Lamikro adalah UKM lebih percaya diri dan mampu memetakan profil usaha terhadap mitra usaha. “Selama ini ketika seorang pelaku usaha ditawarkan pinjaman, ia tidak bisa menentukan jumlah pinjaman yang mencukupi. Padahal usahanya visible dan kredibel,” ujar Anang.

Anang berharap aplikasi sederhana ini mendapat legitimasi dan dukungan penuh baik dari pelaku usaha maupun praktisi. Tia memberikan apresiasi kepada Kemenkop UKM yang menunjukkan awareness atau sinyal bahwa transaksi apapun harus dicatat sesegera mungkin oleh pelaku usaha. Berbeda dengan pencatatan di aplikasi, Tia memandang pencatatan di buku dikhawatirkan hilang atau dicoret anak. “Saya melihat Lamikro ini untuk usaha mikro yang transaksinya cash. Ketika usaha mikro itu menjadi lebih besar dengan transaksi yang tidak menggunakan cash barangkali dimasukkan standar akuntansi keuangan yang baru. Dengan kondisi seperti itu usaha nantinya menjadi bankable, artinya laporan keuangan bisa digunakan untuk meminjam uang ke bank,” ujar Tia.

 

Masa Depan Kewirausahaan

Indonesia telah memasuki industri 4.0. Artinya harus terus melakukan upgrade. Keberadaan Lamikro membuat teman-teman pendamping UKM di daerah tidak kebingungan mencari standar. Sistem Lamikro dibuat sangat rendah untuk smartphone android. Mengapa android? Karena rata-rata UKM di Indonesia aktif di sistem operasi yang berbasis android. Bayangkan berapa banyak data yang harus disimpan jika laporan dilakukan secara offline. Tentunya menjadi kendala. Deputi SDM menjamin fasilitas penyimpanan dan keamanan Lamikro. Deputi SDM bergandengan tangan dengan IAI yang bertindak sebagai penguji konsep Lamikro sehingga semakin sempurna. “Kini akuntansi keuangan bukan sesuatu yang menakutkan, mahal, atau sulit diakses. Akuntansi keuangan bisa diakses kapanpun sesuai dengan standar yang diberikan. Teman-teman silakan manfaatkan aplikasi lain yang sejenis yang sekiranya mendongkrak performance usaha,” ujar Anang.

Lamikro adalah laporan keuangan yang prudent, penuh dengan kehati-hatian. Lamikro bukan sebuah standar kurikulum untuk level perguruan tinggi maupun sekolah, melainkan sebuah aplikasi yang membantu pelaku usaha memonitoring pencatatan keuangan secara real time. Tidak menutup kemungkinan Lamikro digunakan di perguruan tinggi yang memiliki inkubator bisnis. Dengan demikian lulusannya tidak kaget memasuki dunia bisnis. Aplikasi Lamikro sudah bisa diakses tuna netra. Lamikro akan terus dikembangkan untuk membangun masa depan kewirausahaan Indonesia. Tidak menutup kemungkinan Lamikro juga dikembangkan di negara lain asalkan ada jaringannya. “Terpenting sekarang adalah kejelasan pencatatan, jangan menggabungkan modal usaha pinjaman dengan pribadi. Hal-hal mendasar ini dimudahkan di Lamikro,” ujar Anang.

Pelaku usaha Nala mengaku mengalami perubahan kebiasaan. Sebelumnya ia selalu berurusan dengan bon usai karyawan pulang, sekarang semuanya terdokumentasi di Lamikro. Nala merasa terbantu dengan Lamikro, semuanya menjadi transparan. Aktivitas keuangan yang dapat dimonitor melalui Lamikro, yakni aset, liabilitas, penghasilan, beban, dan ekuitas. Manfaat Lamikro lainnya adalah membuat laporan keuangan lebih cepat dan efisien, menggantikan metode tradisional pencatatan manual, dan prosedur penganggaran lebih modern. Informasi selengkapnya mengenai Lamikro bisa diakses di http://www.lamikro.com.

UKM Naik Kelas bersama Lamikro

Wujud Bela Negara dengan Membeli Produk Dalam Negeri

Zuper Krunch 7
(kiri ke kanan) Direktur Utama LLP KUKM Ahmad Zabadi, founder FOKUS UMKM Cak Samsul, dan Ita Yudi dari Poes Craft.

Galeri Indonesia Wow (GIW) adalah rebranding dari UKM Gallery yang telah  berjalan dua tahun. GIW tidak sekadar ruang pamer, juga wadah peningkatan dalam bentuk inkubasi. Ada proses peningkatan kualitas, pemasaran, dan nilai tambah dari produk UKM yang menjadi mitra GIW.

Setelah proses rebranding itu apa yang terjadi dengan GIW? Strategi apa yang dilakukan oleh GIW untuk mencapai tujuan? Untuk itu pada diskusi Strategi Peningkatan Produktivitas KUKM melalui Galeri Indonesia Wow pada 2 Juni 2017 telah hadir tiga pembicara, yakni

Direktur Utama LLP KUKM Ahmad Zabadi, founder FOKUS UMKM Cak Samsul, dan Ita Yudi dari Poes Craft.  Zabadi memaparkan, GIW digerakkan sebagai ruang inkubasi dan pelayanan yang lebih luas untuk startup. UKM Gallery mulanya adalah display produk yang kemudian direbranding menjadi tempat transaksi dan kunjungan dari buyer. Dua tahun terakhir dilakukan optimalisasi dari potensi yang dimiliki Smesco sehingga menjadi sarana berkembangnya UKM dan lahirnya startup. Untuk itu ada perubahan atau diferensiasi dari UKM Gallery, seperti pop up store yakni bisa difungsikan sebagai venue acara.

Produk yang didisplay di GIW diperoleh dari roadshow guna mendapatkan produk unggulan kota-kota di Indonesia. Produk itu telah dikurasi. Di samping itu ada makerspace yang dimaksudkan sebagai ruang workshop, praktik kerja bagi peningkatakan kapasitas kualitas produk. Selain itu ada coworking space yang difungsikan sebagai ruang pertemuan dengan mitra. GIW bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata menggelar Wonderful Startup Academy yang disiapkan untuk menjadi startup di bidang pariwisata. “Harapannya pada Oktober nanti kita memiliki startup yang kompeten dan sudah siap menjadi pelaku usaha,” kata Zabadi.

GIW juga menjadi ruang pembelajaran bagi mahasiswa secara reguler. Diharapkan bisa menginspirasi khususnya dalam kajian kewirausahaan. GIW juga menjembatani produk UKM untuk memasuki Carrefour dan Seven Eleven. Ita Yudi dari Poes Craft menganggap  GIW adalah rumah sehingga UKM tidak bertengkar, bisa saling curhat, serta saling memotivasi dan menyemangati. Di GIW dimungkinkan adanya sinergi yang saling menguatkan. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Kami saling memotivasi, saling menyemangati. UKM disatukan di dalam GIW. UKM saling memberikan info. Ada kenyamanan dan persaudaraan yang didapat. “Bergabung di GIW artinya mendapatkan branding dalam bentuk kepercayaan dari orang,” kata Ita yang sudah lima tahun bergabung di GIW.

Founder FOKUS UMKM Cak Samsul menjelaskan, GIW adalah layanan pemerintah bagi masyarakat. Artinya ini kesempatan bagi siapapun untuk memanfaatkan agar bisnisnya meningkat. Layanan pemerintah ini ada batasnya. Menurut UU No. 20 Tahun 2008, UKM naik kelas itu diukur dari omset dan aset. Artinya kalau omset dan asetnya meningkat maka ia naik kelas. Naik kelas itu dari usaha mikro ke usaha kecil atau dari usaha kecil ke usaha menengah. Dengan kata lain pindah kuadran, pindah skala usahanya. Selain itu diukur kelembagaan (semula tidak berbadan hukum kemudian berbadan hukum, itu artinya naik kelas), SDM (dari 20 SDM meningkat menjadi 40 SDM atau SDM lulusan SD menjadi lulusan SMA, itu artinya naik kelas), produksi (teknologi produksi atau cara produksi), dan akses pembiayaan (semula hanya mengandalkan dana CSR atau hibah kemudian menggunakan KUR, itu artinya naik kelas). “Pemasaran tidak hanya diukur dari omset, juga varian dan inovasi produk,” tutur Cak Samsul.

Inspirasi

Zabadi menyampaikan, dalam berbagai kesempatan pameran yang difasilitasi GIW terutama di luar negeri, furniture dan craft mendapat permintaan yang cukup tinggi. Ada progress yang cukup signifikan, bahwa hari ini Smesco dikenal baik bukan hanya orang melihat miniatur produk unggulan Indonesia, juga proses pengembangan talenta startup. Tidak kalah penting adalah startup dengan basis pendidikan yang cukup. Harus diakui, pendidikan terakhir 70% UKM adalah SD. Mereka dihadapkan pada era global dengan kompetitor yang amat mudah  merambah pasar. Idealnya harus naik kelas yang ditunjukkan dengan meluluskan wisudawan baru. Mulai tahun kemarin GIW menyelenggarakan UKM Award dan Smesco Inspiring Award. “Harapannya setelah wisuda, bisa digantikan dengan UKM yang baru, sukses mengangkat teman-temannya,” kata Zabadi.

Menurut Cak Samsul, rebranding adalah alat, bukan tujuan. Ukuran paling simpel adalah kunjungan orang. Ramainya apakah sudah sesuai dengan harapan atau tidak. Karena itu berhubungan dengan potential buyer. Berapa banyak UKM baru yang terinspirasi untuk tumbuh dan berkembang. Zabadi mengutarakan, 50-100 buyer internasional setiap bulan mengunjungi GIW. Mereka memberi apresiasi yang luar biasa bahwa produk Indonesia memiliki kualitas yang kompetitif. Saat berpameran di luar negeri, produk Indonesia tidak kalah dengan produk dari negara lain. Persoalannya bukan pada produk, melainkan biaya logistik sehingga daya saing relatif lebih rendah. Biaya logistik di Indonesia masih sangat mahal sehingga harga jual lebih mahal dibandingkan produk dari luar negeri. “Biaya logistik itu 30%-40% terhadap harga sehingga harga jual terbebani,” tutur Zabadi.

Produk UKM Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan produk yang dibuat secara masif. Sangat tidak adil produk handmade ini dibandingkan dengan produk mesin. Saatnya kita berpihak pada UKM, membela habis-habisan. Bela negara dengan membeli produk UKM. Kalau kita masih membandingkan produk Indonesia dengan produk impor artinya kita membela negara lain. Dengan kata lain tidak menumbuhkan ekonomi di dalam negeri. Cak Samsul mengatakan, Gorontalo, Surakarta, dan Surabaya adalah tiga daerah yang sedang menerapkan UKM Naik Kelas. Mereka menjalankannya karena ada kebutuhan.

Wujud Bela Negara dengan Membeli Produk Dalam Negeri

Content sebagai Senjata Pemasaran Online

foto3
dari kiri ke kanan: Digital Consultant Abang Edwin, Moderator Kartina Ika, Manajer Bursa Sajadah Online Derry Darmawan, dan Pemilik Rumah Baju Ambu Lisma Gumelar

Smesco Digipreneur Day adalah event yang sudah empat kali digelar oleh MB Communication-Indoblognet bekerja sama dengan Smesco Rumahku. Tujuannya mempromosikan produk UKM, branding mitra binaan Smesco, dan menyebarluaskan informasi tentang peranan Smesco.  Smesco Digipreneur Daya kali ini mengulas cara membuat content yang menarik di media digital untuk mempromosikan produk atau jasa dengan biaya yang relatif lebih murah tapi berdampak besar.

Lisma Gumelar merintis usaha Rumah Baju Ambu pada 17 September 2006 atas dorongan suami. Sebelum menekuni usaha tersebut, Lisma bekerja di bank. Berawal sering mengantarkan anak ke sekolah, beberapa orangtua murid tertarik dengan pakaian yang dikenakan Lisma. Selanjutnya mereka memesan baju kepadanya. Lisma mengaku otodidak dalam mempelajari desain. Ia tidak membatasi pasar, sehingga mereka yang tidak mengenakan hijab bisa tetap menggunakan karyanya. “Asalkan baju itu menutupi aurat, rapi, dan enak dipakai,” kata Lisma dalam sesi pertama acara Smesco Digipreneur Day pada 27 November 2016.

Pada sesi pertama yang bertemakan ‘Tips dan Trick Memilih Media Digital untuk Promosi’, Lisma menjelaskan pemasaran dilakukan dengan mengikuti pameran yang diselenggarakan pihak swasta dan pemerintah baik di dalam maupun luar negeri. Saat ini Rumah Baju Ambu merupakan salah satu UKM binaan Smesco Rumahku. Berkat mengikuti pameran, pelanggan produk Rumah Baju Ambu tersebar di Sumatra, Makassar, dan kota-kota lainnya di Indonesia. Lisma sempat menjual produknya di website tapi dihentikan. Pasalnya desain bajunya pernah ditiru dan dipasarkan dengan harga yang jauh lebih murah. “Padahal pengerjaan satu baju  butuh pemikiran dan kesulitan tersendiri. Namun tidak menutup kemungkinan ke dapan saya kembali berjualan online,” ujar Lisma, Wakil Ketua Ikatan Perancang Busana Muslim.

Baju yang diproduksi Lisma memang  tidak massal,  menyasar segmen 40 tahun ke atas. Pasalnya ia menggunakan bahan berkualitas baik dengan  aplikasi  corneli yang menggunakan mesin khusus. Untuk itu marketing dilakukan dengan mengandalkan media BBM dan WhatsApp. Ada divisi yang menghubungi langsung para pelanggan, memberitahu model terbaru. Tenaga manajerial, finansial, dan marketing terdiri dari profesional dan keluarga. Sebagian tenaga kerja adalah ibu rumah tangga  di sekitar  rumah Lisma. “Dengan  mencintai pekerjaan saya bisa mendapatkan hasil yang baik,” tutur Lisma, Anggota Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia Jawa Barat.

Pembicara selanjutnya adalah Manajer Bursa Sajadah Online Derry Darmawan. Bursa Sajadah adalah toko perlengkapan busana muslim dan oleh-oleh haji. Saat awal  bergabung di Bursa Sajadah Derry sempat berpikir bagaimana bisa menjual sajadah mengingat belum tentu setiap bulan orang membelinya. Setelah mengetahui marketnya hampir setiap hari ada pembeli. Biasanya mereka membeli dalam jumlah banyak. Bursa Sajadah berdiri pada 1998. Saat ini memiliki  delapan cabang yang tersebar di tujuh kota, yakni  Jakarta, Bekasi, Bogor, Bandung, Surabaya, Malang, dan Solo.

Website Bursa Sajadah sebenarnya sudah ada sejak 2009. Namun sekadar ada. Hingga pada  2015 Bursa Sajadah membentuk tim khusus untuk online. Tim tidak hanya menjual produk, juga menggiring visitor untuk datang ke toko. Di website Bursa Sajadah tersedia katalog online yang bisa diakses oleh siapapun. Mereka bisa melihat produk lalu memutuskan berkunjung ke toko. Selain itu menjangkau konsumen dari luar Jawa. Ada pula  customer service yang menginformasikan ketersediaan barang, jam operasional toko, hingga program atau promosi untuk member.

Berpeluang

Menurut Derry, salah satu kelebihan online adalah sangat mudah ditrack. Kita bisa mengetahui  domisili pengunjung website,  produk  yang paling banyak dicari, hingga minat  pengunjung website. Range waktunya bisa satu bulan ke belakang atau bahkan satu tahun ke belakang. Dengan demikian target market kita akan lebih terfokus. Berbeda dengan offline, misalnya membagikan brosur. Kita akan kesulitan mengetahui hobi atau usia. Salah satu alasan Bursa Sajadah  mengembangkan online adalah jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan potensinya yang akan terus berkembang. “Peluangnya masih sangat besar,” tutur Derry mengenal internet marketing sejak 2008.

Menurut Derry, website sebenarnya  bukan satu-satunya sarana dalam  menjual produk. Sebab ada sarana  lain yakni social media. Ada  konsumen yang ingin bertransaksi melalui social media tanpa melihat website. Bursa Sajadah sendiri saat ini fokus pada  Facebook dan Instagram. Pasalnya social media tersebut sangat cocok untuk berjualan secara online. Fakta menariknya  75% pembeli di Bursa Sajadah berbelanja melalui aplikasi chat. Hal tersebut dilatarbelakangi sifat orang Indonesia yang lebih suka berkomunikasi dua arah. “Transaksi di website dianggap rumit oleh orang Indonesia. Oleh sebab itu mereka  senang bercakap di chat,” ujar Derry.

Bursa Sajadah juga menjual produk di online marketplace, seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Blibli. Dalam pandangan Derry,  marketplace memberikan kemudahan sebab sudah memiliki pengunjung setia. Penjualan produk Bursa Sajadah di marketplace sungguh terasa. Derry berbagi tips mengenai pemasaran online, pertama, konsistensi foto produk dengan background warna  putih supaya orang  fokus ke detail produk. Jika menggunakan warna lain akan memusingkan. Konsistensi foto produk ini bisa meningkatkan value, harga, atau nilai dari produk tersebut. Kedua, mencantumkan harga supaya tidak menjadi perdebatan. Ketiga, deskripsi produk yang lengkap dan jelas, dari bahan, ukuran, komposisi, sampai kontak pemesanan.  Keempat, lokasi toko untuk menambah kepercayaan pembeli.

Salah satu strategi marketing di Bursa Sajadah yang dianggap paling berhasil menggunakan Facebook Ads dan Google AdWords yang merupakan iklan berbayar. Sebelum beriklan kita harus mengetahui produk. Google AdWords  menentukan target orang yang punya masalah atau  keinginan untuk membeli. Triknya adalah menggunakan kata kunci. Kita harus mempunyai website terlebih dahulu sebelum menggunakan Google AdWords. Kekurangannya adalah pembelian biasanya terputus.  Berbeda dengan Facebook Ads yang hanya  menawarkan. Kelebihannya adalah subscribe dengan cara like sehingga bisa mengetahui semua informasi yang ditampilkan. “Budget menggunakan dua metode itu bisa disesuaikan,” kata Derry.

Derry juga menyarankan untuk memperhatikan  teknik copywriting. Terpenting adalah judul, bisa persuasi atau mengajak, menginformasikan, atau mengingatkan. Jika judul tidak menarik,  kemungkinan konten selanjutnya  tidak akan dibaca. Artinya  tidak akan ada transaksi. Tips lainnya dari Derry terkait customer service online, yaitu, pertama, respon yang cepat. Dengan demikian  tidak  memberikan kesempatan kepada konsumen untuk membandingkan. Apalagi membandingkan secara online itu sangat mudah, hanya dalam hitungan menit. Kedua, memanggil konsumen dengan sapaan pribadi. Ketiga, gunakan kata ganti seperti bapak atau ibu sebelum menyebutkan namanya. Keempat, gunakan smile icon karena kita tidak berhadapan secara langsung. Keramahan ini sangat dibutuhkan. Kelima, hindari singkatan yang membingungkan orang.

foto2
Direktur Bisnis dan Pemasaran LLP-KUKM Bagus Rahman

 

UKM sebagai Tulang Punggung Perekonomian

Pembicara berikutnya adalah Digital Consultant Abang Edwin. Menurut beliau, berkaitan dengan online setiap orang memiliki cerita yang berbeda-beda. Tidak ada yang salah, tidak ada yang betul. Cara yang benar adalah  mencari cara yang tepat untuk kita. Kita tidak bisa menyalin 100% dari orang lain. Bicara content marketing, menurut Edwin, merupakan jawaban dari kelelahan melihat iklan di media online.  Internet marketing menggunakan cara yang berkaitan dengan contentnya sendiri. Terlepas dari produknya, ada hal yang menarik yakni cerita, misalnya bagaimana mencapai  titik keberhasilan.

Dalam menjual sesuatu, kita  punya target yang harus dilampaui. Bagaimana di tengah produk yang sama, kita bisa stand up. Maka ada yang disebut content marketing strategy yang  berkembang sedemikian rupa.  Sekarang ada kebutuhan editorial dalam sebuah toko online.  Tidak sekadar katalog, kita sebaiknya menawarkan solusi. Dengan demikian pengunjung situs kita akan mendapatkan hal-hal yang tidak diperoleh di situs lain. Kita harus membangun loyalitas karena adanya perebutan pengunjung website. Untuk itu senjatanya  hanya satu, yaitu content. Content bisa berupa artikel atau video yang saat ini tengah marak. “Kita  mulai memiliki kebebasan  menggali potensi content untuk kepentingan bisnis kita. Pikirkan bagaimana terkoneksi dengan audiens. Itu yang paling penting. Tanpa itu kita tidak akan didengarkan sama sekali,” ujar Edwin.

Sesi kedua Smesco Digipreneur Day yang bertemakan ‘Strategi Smesco Memasarkan Produk UKM ke Pasar Global melalui Saluran Ecommerce (Online) dan Offline (Galeri Indonesia Wow)’ menghadirkan pembicara Direktur Bisnis dan Pemasaran LLP-KUKM Bagus Rahman. Beliau memiliki visi mengglobalkan produk UKM Indonesia melalui ecommerce, yakni  Smescotrade.com dengan tagline ‘mudah belanjanya, berkualitas dan murah’.  Bagus menyampaikan, Smesco memiliki  enam lantai sebagai ruang display produk UKM. Selain itu tersedia ruang makerspace yang bisa dipakai perajin. Dari 57 juta UKM, berapa banyak yang sudah online? Sangat minim.

Bagus menunjukkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, ada 132 juta internet user per Oktober 2016 yang akan terus mengalami kenaikan. Sementara penduduk Indonesia berjumlah 259 juta jiwa. Survei menunjukkan, produk yang paling banyak dicari di online adalah fashion, diikuti handphone,  buku, dan sebagainya. Smesco Trade akan dikembangkan menjadi marketplace, tidak sekadar ecommerce. “Target kami pada 2021  Smesco Trade ini bisa sebesar Alibaba di China,” kata Bagus.

Keunggulan Smesco Trade adalah ada ruang display di Galeri Indonesia Wow. Dengan demikian pengunjung bisa  menyentuh produk. LLP-KUKM di bawah Kementerian Koperasi dan UKM bertindak sebagai implementing agency di bidang promosi dan pemasaran. Mengarah kepada  masyarakat untuk  menjadi digital. Jangan salah,  digital juga bisa menjadi distractive innovation (inovasi yang mengganggu atau merusak). Memang ada pasar, konsumen, dan cara baru yang dibentuk dari digital. Contoh distractive innovation itu adalah loper koran yang berkurang atau toko buku yang tidak bertahan. Kondisinya saat ini  UKM  belum kuat, belum menjadi  tulang punggung yang bisa diunggulkan oleh Indonesia sehingga bisa berdampak besar kepada peningkatan kesejahteraan.  Itu yang seharusnya dibangun. Menjadi tanggung jawab  Smesco dalam mempromosikan produk dan memperoleh jaringan distribusi pemasaran.

Sehubungan dengan foto produk, acara ditutup dengan coaching foto produk dilanjutkan praktik dengan pemateri fotografer profesional Sefa Firdaus. Ia menjelaskan teknik menghasilkan foto yang menarik dan menjual di media sosial. Berikutnya peserta coaching mempraktikkan ilmu yang didapat dengan mendokumentasikan produk-produk UKM di Galeri Indonesia Wow.

Content sebagai Senjata Pemasaran Online

Berdaya Membangun Indonesia

Saatnya produk Indonesia menjadi raja di negeri sendiri. Mari bergandengan tangan membangun Indonesia yang lebih baik

Amygdala Bamboo didirikan oleh Harry Mawardi pada 2014, didahului riset sejak 2011. Pangsa pasar Amygdala Bamboo tidak hanya  dalam negeri, juga Australia hingga Jepang. Harry, owner sekaligus designer Amygdala Bamboo memaparkan  penjualan  online dua  tahun terakhir ini meningkatkan penjualan di luar negeri. Produknya diapresiasi baik di lingkup nasional maupun internasional.

foto13edit
Kacamata dari bambu yang diminati
foto12edit
Siapa sangka cangkir cantik ini terbuat dari bambu

Saat ini Amygdala Bamboo didukung delapan perajin.  Penanaman bambu dilakukan oleh petani  di Selaawi, Garut. Selama dua tahun perjalanan usahanya, Harry menyampaikan tantangan ada pada bambu yang merupakan  material  alam, misalnya terkena rayap. Dalam menghadapi kondisi itu dibutuhkan inovasi, yakni memiliki kebun bambu sendiri. Dengan demikian dapat dilakukan  kontrol dan menghasilkan bambu berkualitas  yang siap dirakit menjadi  produk, antara lain  living, furniture, home decor, sampai tableware. Keunggulan Amygdala Bamboo adalah  pembuatan produk  tidak menggunakan mesin.

Kisaran harga produk Amygdala Bamboo Rp 80 ribu-Rp 4 juta. Cangkir dan  kacamata menjadi produk yang paling diminati. Dibutuhkan kesabaran menghasilkan produk dari bambu dengan tingkat kesulitannya. Prosesnya panjang yang terkadang membuat orang tidak sabar menjalaninya.

Produk Indonesia lainnya yang tidak kalah mumpuni adalah Dus Duk Duk yang dimulai tahun 2013 oleh Angger D. Wiranata dan dua temannya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Awalnya mereka memproduksi furniture dari kardus lalu merambah ke  elemen interior, mainan, dan merchandise.  Pemasaran yang dilakukan secara online berbuah penjualan ke  beberapa kota, seperti Bali, Mataram, dan Makassar. Segmentasi pasar produk Dus Duk Duk adalah semua kalangan.

foto22edit
Aneka produk Dus Duk Duk

Meyakinkan masyarakat bahwa kardus bisa menjadi bahan alternatif terbilang  sulit. Namun hal itu tidak menjadi penghalang. Masyarakat harus diedukasi. Bahkan ada kursi dari kardus yang mampu menampung beban hingga seberat 180 kg.

Angger mengakui belum ada usaha  sejenis. Oleh karena itu  potensi pasar yang bisa digarap masih besar. Namun  tantangannya adalah  meyakinkan masyarakat. Kemungkinan ditiru cukup besar  karena kardus sebenarnya mudah diolah. Seperti halnya Amygdala Bamboo, banyak orang tidak bertahan menjalani usaha ini karena kurang sabar. Berbagai penghargaan diraih Dus Duk Duk, antara lain  Best Product Audit 2014 dan Young Marketers Of The Year 2014. Harga produk Dus Duk Duk berkisar  Rp 100 ribu sampai Rp 300 ribu. Produk ini mampu bertahan dua tahun.

Memajukan Perekonomian

Menjadi wirausaha di era digital sungguh berbeda dengan berpuluh tahun lalu. Pengembangan serta peningkatan daya saing dan kualitas produk Indonesia dengan memanfaatkan sumber daya alam agar semakin unggul sangat dibutuhkan. Dengan demikian mampu mendorong semangat kewirausahaan. Untuk itu diperlukan keberpihakan dan fasilitasi dari berbagai pihak dalam melakukan pemasaran yang sangat luar biasa.

Kita harus mengedukasi pasar karena metode pembayaran di Indonesia masih semi offline. Selain itu kita harus membantu perekonomian negara, seperti Jerman yang maju karena memberdayakan UKM. China hanya butuh 10 tahun untuk mencapai posisi saat ini. Bagaimana cara meningkatkan ekpor? Pastikan website Anda muncul di halaman pertama Google sehingga memperluas jangkauan. Bayangkan jika kita harus membuka cabang di luar negeri. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk ekspor. Tidak perlu membuat perusahaan besar untuk ekspor. Semua itu bisa dilakukan bersama digital. Bandingkan dengan biaya membuat website. Google itu kumpulan indeks yang tak ubahnya Yellow Pages.

Mengapa banyak pebisnis belum memiliki website? Mahal? Tidak punya waktu? Gaptek? Apa solusinya? Benarkah harga website mahal? Aset paling mahal di dunia digital adalah website. Pertumbuhan ritel menjadi jantung perekonomian Indonesia. Di kiri dan kanan kita banyak produk yang siap diekspor. Di era digital ini bukan kita yang mencari customer, melainkan customer yang mencari kita. Konten itu tidak sekadar produk. Jangan lupakan komunitas.

Ke depan teknologi yang semakin modern didukung dengan  pembinaan kepada UKM akan menghasilkan  produk yang  mempunyai nilai tinggi dengan mutu yang baik. Dengan demikian mampu bersaing dengan produk dari negara-negara lain. Fakta ecommerce di Indonesia menunjukkan ada 15,7 juta potential buyer dengan $20 miliar  online transaction. Online shoppers tercatat 7,2 juta dengan 62% melakukan riset online.

Terkait urbanization, 50% orang Indonesia kini tinggal di kota. Hal tersebut dapat  mengubah lifestyle (gaya hidup). Digitization mempengaruhi perilaku masyarakat. Mereka ingin semuanya instan,  tidak mau berlama-lama antri. Maka ecommerce akan terus maju.  Apakah UKM tertarik memanfaatkan peluang yang luar biasa ini untuk melebarkan sayap bisnis?

Berdaya Membangun Indonesia